Senin, 30 Januari 2017

PAHLAWAN NASIONAL - WHO PAST AWAY UNDER 40






Berikut adalah beberapa pahlawan yang gugur diumur yang masih muda:


Usia 17
Martha Christia Tiahahu (wafat di usia 17 tahun), putri Kapitan Pattimura (Maluku Tengah) yang berjuang melawan Belanda. Ia melakukan aksi mogok makan hingga jatuh sakit dan meninggal di kapal yang membawanya ke pengasingan di Jawa.
Baca Juga
Usia 20-30:
Supriyadi (22) merupakan Komandan Kompi Pembela Tanah Air (PETA) di Blitar. Melihat kekejaman Jepang saat romusha, ia memberontak. Ia diduga dibunuh Jepang ketika tertanggap.

Robert Wolter Monginsidi (24)berhenti mengajar dan bergabung dengan pejuang muda Indonesia saat kedatangan kembali Belanda. Ia memimpin pemberontakan, dan dijatuhi hukuman mati ketika menolak diajak berunding.

Radin Inten II (24) memimpin berbagai serangan rakyat Lampung kepada Belanda. Berkali-kali ia melakukan perlawanan langsung, hingga gugur dalam perjuangan.

RA Kartini 925) lahir di keluarga ningrat Jepara, yang kecewa pada aturan adat yang tidak membolehkan perempuan untuk bersekolah tinggi. Ia mendirikan sekolah gratis bagi anak-anak perempuan untuk wujudkan cita-citanya akan persamaan hak perempuan dan laki-laki. Kartini meninggal tiga hari setelah melahirkan putranya.

Usman bin Haji Mohammad Ali (25) merupakan mariner Angkatan Laut yang ditugasi melakukan pengintaian di Singapura. Ia bersama tiga teman lain berhasil meledakkan sebuah bangunan di tengah kota Singapura. Sayangnya, mereka tertangkap patrol dan dijatuhi hukuman gantung.

Abdul Halim Perdanakusuma (25) pernah mendapat pendidikan navigator udara di Inggris, sekembalinya ke tanah air ia bergabung dengan angkatan udara. Ia membuka hubungan luar negeri untuk mencari senjata bagi pejuang kemerdekaan. Pesawatnya jatuh dalam perjalanan pulang dari tugas negara di Bangkok.

Pierre Tandean merupakan ajudan Jenderal Nasution yang merupakan incaran utama Partai Komunis Indonesia (PKI). Saat peristiwa G-30S, ia sedang berjaga di rumah Jenderal Sudirman. PKI salah tangkap, mengira ia adalah Nasution, ia pun dibunuh di lubang buaya bersama Pahlawan Revolusi lainnya.

Harun Bin Said (27), wafat akibat tertangkap patrol Singapura bersama Usman bin Haji Mohammad Ali.

R Iswahyudi (28) meninggal dalam tugas negara bersama Abdul Halim Perdanakusuma.

I Gusti Ngurah Rai (29) menyerang pendudukan Belanda di Tabanan, hingga satu datasemen menyerah. Namun Belanda melancarkan aksi balasan hingga membuat pasukan Ngurah Rai terdesak. Ngurah Rai serukan “puputan” yang bermakna perang habis-habisan, dimana ia dan pasukannya gugur dengan gagah berani.

Andi Abdullah Bau Messepe (29) merupakan putra mahkota dua kerajaan besar, Bone dan Gowa. Pasca proklamasi kemerdekaan, ia mengajak seluruh rakyatnya untuk memperjuangkan kemerdekaan hingga titik darah penghabisan. Tekadnya ini membuat Belanda ketakutan, lalu menangkap dan menembaknya mati.

Usia 30-40:
Mas Agustinus Adisucipto (31) bersama Suryadi Suryadarma mendirikan sekolah penerbangan pada Desember 1945. Sekolah ini hasilkan kader pejuang yang berani lakukan pemboman terhadap tangsi-tangsi Belanda. Ia ditugaskan pemerintah RI untuk mencari bantuan obat-obatan, namun ketika hendak mendarat di Maguwo Yogyakarta pesawatnya ditembaki pesawat Belanda hingga Adisucipto dan tujuh rekannya tewas.

Ranggong Daeng Romo (32) awalnya bekerja pada pemerintah militer Jepang, namun berhenti setelah melihat kekejaman Jepang. Ia lalu membentuk pasukan untuk mempertahankan kemerdekaan. Ia gugur dalam sebuah pertempuran, setelah berhasil menggabungkan berbagai lascar rakyat di Sulawesi.

Supeno (33) menjabat sebagai Perdana Menteri dan Menteri Pertahanan di masa Kabinet Amir Syarifuddin. Saat agresi militer Belanda, ia bergerilya bersama tentara rakyat menjauhi kota. Dalam gerilyanya, ia ditangkap Belanda dan bersama enam pejuang lainnya dieksekusi mati.

Wage Rudolf Supratman (35) belajar musik dari kakak iparnya, hingga ia pandai memainkan biola dnamenggubah lagu. Rasa nasionalismenya muncul ketika bergaul dengan tokoh-tokoh pergerakan nasional. Pada Kongres Pemuda II di Jakarta yang hasilkan rumusan Sumpah Pemuda, untuk pertama kalinya ia memperdengarkan lagu gubahannya Indonesia Raya.

Tengku Amir Hamzah (35) merupakan keturunan Sultan Langkat yang merupakan pelopor Sastrawan Angkatan Pujangga Baru. Lewat sastra, ia berusaha mengembangkan Bahasa Indonesia. Sejak 1938 beliau mulai anjurkan pemuda untuk menggunakan Bahasa Indonesia dalam percakapan sehari-hari. Ia gugur dalam revolusi sosial yang dilakukan golongan kiri terhadap para bangsawan yang dianggap antri-republik dan memihak Belanda.

Karel Satsuit Tubun (37) mengenyam pendidikan di Sekolah Polisi Negara. Ia pernah ditugaskan menangani pemberontakan PRRI/Permesta di Sumatra Barat. Saat peristiwa G-30S/PKI, ia bertugas menjaga kediaman Wakil Perdana Menteri II dan tertembak mati.

Kapitan Pattimura (37) yang menjadi Panglima Perang, bersama pasukannya berhasil merebut benteng pertahanan Belanda. Setelah berhasil lolos dari berbagai insiden perlawanan, ia bersama para pemimpin perlawanan Maluku lainnya ditangkap dan dijatuhi hukuman gantung. Sebelum digantung, ia meneriakkan kata-kata penyemangat, “Pattimura-Pattimura tua boleh mati tetapi Pattimura-Pattimura muda akan bangkit kembali dan melawan.”

Yosaphat Sudarso (37) ditunjuk Presiden Soekarno sebagai Deputi Operasi untuk pembebasan Irian Barat dari Belanda. Bersama pasukannya, ia mengadakan patruli rutin di wilayah perbatasan. Rencana in tercium Belanda, yang segera menyiagakan kapal perusak. Kapal yang ditumpanginya tenggelam akibat tembakan musuh.

KH Abdul Wahid Hasyim (39) merupakan putra pendiri Mandrasah Tebu Ireng KH Hasyim Asy’ari. Ia memasukkan materi pelajaran umum ke pesantren. Sebagai kiai moderat, ia menjembatani perdebatan anatara kubu nasionalis yang menginginkan bentuk negara kesatuan dan kubu Islam yang menginginkan bentuk negara sesuai syariat Islam. Ia turut merumuskan Pancasila. Saat menjabat sebagai Menteri Agama, ia mewajibkan pengajaran agama di sekolah dan mendirikan perguruan tinggi Islam (kini Universitas Islam Negeri). Kyai Wahid meninggal dalam kecelakaan  mobil.

Sultan Hasanuddin (39) dingkat menjadi Sultan pada usia 24 tahun, ketika Belanda tengah berusaha menguasai perdagangan rempah-rempah. Ia menggabungkan kekuatan kerajaan-kerajaan kecil di Indonesia timur untuk melawan Belanda. Ia terus berjuang hingga Benteng Sombaopu yang merupakan pertahanan terakhir Kerajaan Gowa jatuh ke tangan Belanda. Hingga akhir hidupnya, Hasanuddin tak mau bekerjasama dengan Belanda.

At least banyak pembelajaran disini, bahwasanya ketulusan para pemuda/pemudi pada zaman kemerdekaan patut diapresiasi, dibandingkan kita yang sudah hidup dengan segala fasilitas yang ada, seharusnya lebih bisa bersyukur dan menghargai apa yang telah ditinggalkan oleh para Pahlawan kepada kita. Terimakasih para pahlawan Tanah Air.

Source:  Good News From Indonesia
https://www.goodnewsfromindonesia.id/2017/01/30/pahlawan-nasional-yang-wafat-di-usia-muda

Tidak ada komentar:

Posting Komentar