Senin, 30 April 2018

Memahami Isi dari apa yang tertulis

Judul diatas adalah definisi dari membaca, membaca itu kebutuhan, dalam satu karya Pramoedya Ananta Toer tertulis “Tahu kau mengapa aku sayangi kau lebih dari siapapun? Karena kau menulis. Suaramu takkan padam ditelan angin, akan abadi, jauh, jauh di kemudian hari.”

Di usia 10 tahun Bill Gates telah membaca habis World Book Encylopedia seri pertama hingga terakhir.

Atau, contoh lainnya, Hitler kecil yang gemar membaca buku-buku tebal tentang politik, kesusasteraan sedunia dan juga buku non-fiksi di perpustakaan Wina, membaca dapat merubah cara pandang manusia. Jika saja hitler tidak membaca, maka peradaban dunia mungkin tidak seperti sekarang. Jika tidak percaya, silahkan baca buku Mein Kampf karangan Adolf Hitler, bagaimana buku-buku Marxisme mengubah pola pikirnya.

Ingin contoh lainnya lagi? Theodore Roosevelt rutin baca 3 buku sehari. Kalo kita? makannya yg 3 kali sehari.

Dan itu semua masih seujung kuku hobi membaca Ulama, semisal Imam An Nawawi yg tidak hanya baca tapi juga hafal 7000 hadist Imam Muslim dengan sekitar 9-10 sanad ditambah 4-5 sanad inti dari Imam Muslim sampai Nabi. Kita boro-boro hafal, bacanya aja jarang.



Lalu saya jadi teringat candaan Bung Karno, kepada sohib sejatinya, Bung Hatta. “Jika di angkot tertinggal Hatta dan seorang perempuan cantik, tebak apa yang dilakukan Hatta? Jawabannya Baca Buku.” Pecah tawa di rapat kabinet karena kelakar bung Karno.
Masih tentang bung Hatta, 2 (dua) kali diasingkan Belanda ke Boven Digul dan Banda Neira, apa yang beliau hasilkan? Perpustakaan, beliau menulis, mengajari membaca masyarakat sekitar, membuat koleksi buku untuk dikonsumsi oleh khalayak Boven dan Banda.
Mungkin kalau Millenials sekarang yang “diasingkan”, kami tidak langsung berkarya, ada beberapa step wajib yang harus dijalankan seperti: galau dulu berapa saat, terbaawa perasaan, lalu baru update status ke Sosial Media. Kalau si Bung, Beliau diasingkan, justru beliau bersinar.

Penelitian Tirto 13 April 2017 tentang Perpustakaan menyebutkan Finlandia mempunyai sekitar 300 perpustakaan besar dan 500an perpustakaan cabang dan, untuk daerah-daerah berpenduduk jarang, perpustakaan keliling yang saling terhubung dalam sistem terpadu. Perpustakaan-perpustakaan itu relatif populer. Sekitar 40 persen warga Finlandia aktif memanfaatkan fasilitas tersebut.

Bandingkan dengan Indonesia, dari 134.718 Perpustakaan yang ada di Indonesia, hanya 9,97% perpustakaan yang mendapat bantuan dari Pemerintah. Dan apakah perpustakaan tersebut dimanfaatkan oleh 40% warga Indonesia, saya takut angkanya tidak seoptimis itu.

Bahaya jika vector/arah bangsa ini adalah menjadi Negara Maju dengan kekuatan ekonomi terbesar No.5 di tahun 2030, jika membaca saja kita enggan, lalu bagaimana kita compete dengan Negara lain yang setiap saat mereka update keilmuan dan literasi mereka.

 “Membaca adalah kebiasaan yang dibentuk oleh lingkungan. Orang-orang yang tidak mendapatkan kebiasaan membaca dari keluarga dan pergaulannya maka hanya dapat mengharapkan sekolah untuk memperkenalkan kebiasaan itu kepada mereka.”

Negara ini bisa merdeka, karena ada orang-orang gemar membaca buku seperti bung Hatta, analoginya akan sama, 2030, akan menjadi tahun Indonesia jika generasi saat ini sama gemar membacanya dengan bung Hatta.
Yuk kita ciptakan budaya membaca baik untuk diri sendiri dan keluarga, budaya adalah kebiasaan yang disepakati bersama, jadi yaa harus dibiasakan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar